Kamis, 08 Maret 2012

Harta


Dalam posting yang berjudul Jabatan, Posisi yang Penuh Jebakan telah dibahas bagaimana eratnya hubungan antara jabatan dan harta pada seseorang. Hubungan itu ibarat dua sisi mata uang dimana jabatan dapat menjadi wasilah dalam memperoleh harta sedangkan harta menjadi sarana dalam memperoleh jabatan. Disisi lain keduanya dapat menjadi perangkap yang dapat menjerumuskan seseorang ke jurang kenistaan.

Mempunyai harta berlimpah bukanlah aib bagi seorang pemimpin. Bahkan kehidupan para sahabat Rasulullah saw yang sebagian besar adalah pemimpin, begitu akrab dengan harta. Selain empat Khulafaur Rasyidin, kita menemukan sosok Sa'ad bin Abi Waqqash, panglima perang Qadisiyah. Ketika wafat, ia meninggalkan rumah mewah dengan halaman luas. Thalhah bin Ubaidillah yang juga sahabat Rasulullah saw, meninggalkan lahan tanah di Irak yang menghasilkan 1000 dinar sehari. Rumahnya di Kufah dan Madinah dibangun dengan kapur, bata, dan batu. Abdurrahman bin Auf mewariskan 1000 ekor kuda, 1000 ekor unta, 10.000 ekor kambing ditambah 336 ribu dinar. 

Harta begitu besar pengaruhnya bagi seseorang pemimpin. Kalau pemimpin ingin sukses, maka ia harus membebaskan dirinya dari jajahan finansial. Bebas dari jajahan finansial bisa melalui dua pilihan: bebas dengan makna sesungguhnya, bahwa dirinya berlimpahan harta sehingga tak punya kendala apapun dengan kebutuhan materi. Atau bebas dalam arti tak perduli dengan harta. 

Pilihan ini terpulang pada kemampuan masing-masing. Para sahabat Rasulullah saw telah memberikan keteladanan pada dua pilihan itu. Abu Bakar ash-Shiddiq dan Utsman bin Affan adalah dua pemimpin yang sama-sama terbebas dari jajahan finansial dalam makna sesungguhnya. Kedua pemimpin itu hidup kaya dan itu yang menyebabkan mereka bebas dari ketergantungan pada harta.

Pada pilihan kedua kita menemukan sosok Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib. Kedua pemimpin ini (khususnya Umar) sama-sama bebas dari jajahan finansial. Bedanya Umar bin Khaththab membebaskan diri dari ketergantungan pada harta dengan cara menghindari harta itu sendiri. Itu yang membuat dirinya benar-benar bebas dan merasa tak butuh dengan harta. Ia memimpin dengan bebas, dengan kemandiriannya, dengan pendapatnya tanpa khawatir akan kehilangan harta.

Kini dua pilihan itu terbentang di depan mata para pemimpin. Menjadi pemimpin seperti Abu Bakar ash-Shiddiq atau Umar bin Khaththab adalah pilihan yang sama benarnya, juga sama baiknya. Wallahu'alam.

Sumber Majalah Sabili No. 26 TH. XIV


Share

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar