Seorang sufi tinggal di kampung terpencil. Namanya Nizham al-Mahmudi. Dalam sebuah gubuk kecil, ia tinggal bersama isteri dan anak-anaknya. Sederhana sekali. Walaupun begitu semua anaknya cerdas.
Selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu Nizham mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan perdagangan yang kian berkembang. Ia dapat menghidupi ratusan keluarga di sekitarnya. Tingkat kemakmuran pekerjaannnya jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun Nizham merasa bahagia dan damai menikmati perjalanan usianya.
Seorang anaknya pernah bertanya, mengapa sang ayah tidak membangun rumah besar dan indah? Si ayah menjawab karena sebesar apapun rumah hanya dipakai untuk duduk dan berbaring saja.
Si anak termenung. Alangkah bijaknya sikap sang ayah. Meski kaya, keringatnya seelalu bercucuran tiap hari. Ia ikut mencangkul dan menuai hasil tanaman.
Kemudian anak itu makin terkesima lagi ketika ayahnya meneruskan, "Ingatlah anakku, dunia ini disediakan Tuhan untuk segenap makhluknya. Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, hanya untuk memuaskan keserakahan seorang manusia saja."
Sumber: Gilang Ramadhan, Majalah Sabili No. 20 TH. XVI
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar