Kamis, 24 Januari 2013

Abdullah bin Katsir, Pemimpin Ahli Qira'at

Dia dilahirkan di Makkah pada tahun 45 H. Dalam perjalanan hidupnya dia pernah menjadi seorang budak pada Amr bin Alqamah al-Kinani sebagai keturunan Persia yang dikirimkan menuju Yaman melalui laut ketika penguasa Habasyah mengusirnya. Abdullah bin Katsir mempelajari ilmu qira'at kepada Mujahid bin Jabar yang berguru kepada Ibnu Abbas. Sedangkan Ibnu Abbas sendiri berguru kepada Ubay bin Ka'ab.

Abdullah bin Katsir senantiasa menjaga penampilan dan kebersihan diri. Diantara kebiasaannya, beliau selalu memakai wewangian dalam berbagai kesempatan. Ia merupakan syaikh, qadhi (hakim) dan imam qira'at di Makkah. Ulama qira'at yang termasuk pada generasi tabiin ini memiliki nama belakang 'ad-Dari'. Nama tersebut berhubungan dengan nama seorang sahabat bernama Tamim ad-Dari dan juga berhubungan dengan minyak wangi. Diriwayatkan, Ibnu Katsir merupakan sosok yang selalu taat kepada guru dan tak pernah menyelisihi ilmunya. Dengan demikian, ia tak pernah berbeda pendapat dengan Mujahid bin Jabar mengenai ilmu qira'at.

Abdullah bin  Katsir menyatakan, Mujahid merupakan guru yang bijak dan cermat dalam memandang setiap perdebatan yang terjadi diantara para ahli qira'at. Bagi Mujahid, Abdullah bin Katsir merupakan muridnya yang utama. Betapa tidak, suatu saat Mujahid pernah mengatakan, "Penduduk Makkah terkadang tidak sepakat dengan metode bacaan Ibnu Muhaisin, namun mereka sepakat dengan metode bacaan Abdullah bin Katsir."

Meski hanya seorang budak, Abdullah bin Katsir merupakan tabi'in yang memiliki kualifikasi keilmuan cukup mumpuni. Tak pelak lagi, dengan keilmuannya yang bermanfaat bagi bangsa Arab dan umat Islam keseluruhan, Abdullah bin Katsir adalah ulama besar dalam bidang bacaan al-Qura'an.

Terbukti, banyak ulama-ulama terkenal lainnya yang belajar ilmu qira'at kepada Abdullah bin Katsir. Sebut saja, Abu Amr al-A'la, al-Khalil bin Ahmad, Imam Syafii dan yang lainnya. Ditambah lagi, beliau bertemu dengan generasi sahabat seperti Abdullah bin az-Zubair, Abu Ayyub al-Anshari, Anas bin Malik, dan sebagainya.

Bahkan Abu Amr bin al-A'la, tabi'in lainnya yang juga pakar dalam qira'at dan pernah belajar membaca al-Qur'an kepada Abdullah bin Katsir, menjadikan Ibnu Katsir sebagai guru utamanya. Abu Amr bin al-A'la mengakui Ibnu Katsir sebagai guru para qari (pembaca al-Qur'an) di Makkah dan menjadikannya sebagai hakim para tabi'in.

Abu Amr bin al-A'la menyatakan, ditengah banyaknya sosok yang mumpuni dalam bidang qira'at, Abdullah bin Katsir sanggup tampil sebagai pemimpin para qari di Makkah. Ini mengingat, beliau hidup semasa dengan banyak tokoh yang mengkonsentrasikan diri pada ilmu qira'at. Hampir seluruh tokoh tersebut mempelajari dan memperbaiki bacaan al-Qur'an disetiap waktu.

Diantara nama-nama tokoh itu adalah Muhammad bin Abdurrahman bin Muhaishin as-Sahmi, salah seorang dari empat belas pakar qira'at Makkah. Tokoh yang wafat pada 123 H ini merupakan sahabat dekat Abdullah bin Katsir.

Abdullah bin Katsir mengembangkan beberapa prinsip yang dijalankan dalam membaca al-Qur'an yang sejalan dengan sunnah Rasulullah saw. Diantaranya, pertama, beliau selalu membaca basmallah dalam setiap awal surat, kecuali surat Al-Anfal dan surat at-Taubah. Keharusan ini juga dilakukan Qalun, seorang  qari dan pakar ilmu Nahwu dari Madinah yang merupakan salah seorang dari tujuh ulama qira'at terkenal.

Kedua, membaca mad munfashil dengan pendek dan mad muttashil dengan kecepatan sedang. Hal ini disepakati ulama tanpa ada perbedaan. Ketiga, membaca ringan hamzah (tanda baca) yang bertemu dalam satu kata tanpa memasukkan alif diantara keduanya.

Untuk menggambarkan keutamaan Ibnu Katsir, sangat tepat penjelasan Sufyan bin Uyainah bahwa di Makkah tidak ada yang lebih bagus bacaan al-Qura'an melebihi dia. Jarir bin Hazim berkata tentang Ibnu Katsir, "Dia adalah orang yang fasih membaca al-Qur'an."

Pada perkembangan selanjutnya, buah dari keilmuan tinggi dan pengakuan banyak orang, tak sedikit yang berguru pada Abdullah bin Katsir. Tak heran jika di kemudian hari, madrasah dan metode qira'atnya berhasil  melahirkan dua muridnya yang terkenal, al-Bazzi dan Qunbul. Al-Bazzi lahir pada 170 H, yaitu 50 tahun setelah wafatnya Abdullah bin Katsir di Makkah pada tahun 120 H.

Disadur dari karangan Jamilatun Heni Marfu'ah, dalam Majalah Sabili, Edisi 23 Th. XV, 29 Mei 2008


Share

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar