Selasa, 29 Januari 2013

Syuraih al-Qadhi, Hakim Adil dan Bijaksana

Alkisah, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab ra membeli seekor kuda pada seorang Arab Badui. Setelah menyerahkan harganya, ia menaiki kuda itu. Namun, seperti disebutkan dalam Shuwar min Hayati Tabi'in karya Dr. Abdurrahman Rafa'at Basya, setelah Umar pergi agak jauh, ia mendapati cacat berupa memar pada kuda itu. Umar memperlambat laju kudanya dan memutuskan untuk mengembalikan kuda itu. 

"Ambil kembali kudamu. Hewan ini cacat," ujar Umar saat sampai di tempat si badui.

"Tidak, Amirul Mukminin. Aku telah menjualnya padamu tanpa cacat dan semua syarat sudah sah," jawab orang itu.

"Kita serahkan urusan ini pada hakim," putus Umar.


"Baik. Yang menghakimi kita adalah Syurah bin Harits al-Qadhi."

"Aku setuju dengan keputusanmu."

Tatkala Syuraih mendengar dakwaan si penjual kuda, ia menoleh pada Umar dan bertanya, "Apakah Anda membeli kuda darinya dalam keadaan sehat tanpa cacat, wahai Amirul Mukminin?"

"Ya!"

"Jagalah apa yang Anda beli, atau Anda kembalikan kudamu ke pemiliknya sebagaimana Anda membelinya."

Umar memandang Syuraih dengan kagum sambil berkata, "Sebuah bahasa jelas dan keputusan adil. Pergilah ke Kufah. Aku mengangkatmu menjadi hakim di sana."

Sebelumnya, kebanyakan orang tak mengenal Syuraih sebagai orang terpandang. Orang juga tidak tahu sebelumnya tentang kecerdikannya. Ia tidak dikenal sebagai pemilik ide di kalangan sahabat dan pemuka tabi'in.

Syuraih adalah seorang lelaki Yaman dari suku al-Kindi. Saat Jazirah Arab disinari cahaya Islam dan menyebar hingga ke negeri Yaman, Syuraih termasuk orang yang pertama beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Bahkan ia termasuk orang yang memenuhi panggilan dakwah Islam.

Keputusan Umar untuk mengangkat Syuraih sebagai hakim di Kufah amat tepat. Tinta emas sejarah mencatatnya sebagai hakim adil dan bertakwa. Banyak kasus yang ia tangani berakhir dengan sangat menakjubkan, diantaranya kisah hilangnya baju besi milik Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Konon baju itu berharga mahal dan berkualitas bagus.

Amirul Mukminin mendapati baju itu di tangan seorang dzimmi yang akan ia jual di pasar. "Ini baju besiku yang jatuh dari untaku pada malam 'ini', di tempat 'begini'," kata Ali.

"Tidak, ini baju besiku, karena ia ada di tanganku, wahai Amirul Mukminin," jawab dzimmi itu.

"Tak salah lagi, baju besi itu milikku. Aku tidak merasa menjual dan memberikannya pada orang lain. Dan sekarang tiba-tiba baju itu ada di tanganmu."

"Di antara kita ada seorang hakim Muslim."

"Engkau telah meminta keadilan. Mari kita ke sana."

Keduanya lantas pergi ke Syuraih al-Qadhi. "Apa yang ingin Anda katakan, wahai Amirul Mukminin?"

"Aku menemukan baju besiku di tangan orang ini, karena benda itu benar-benar jatuh dari untaku di malam 'ini', di tempat 'ini'. Lalu baju besiku sampai ke tangannya, padahal aku tidak menjual atau memberikan padanya."

Sang hakim bertanya kepada si dzimmi, "Apa yang hendak kau katakan, wahai si fulan?"

"Baju besi ini milikku dan buktinya ia ada di tanganku. Aku juga tidak menuduh khalifah."

Sang hakim menoleh ke arah Amirul Mukmini sembari berkata, "Aku tidak ragu dengan apa yang Anda katakan bahwa baju besi ini milik Anda. Tapi Anda harus punya bukti untuk meyakinkan kebenaran yang Anda katakan, minimal dua orang saksi."

"Ya, saya sanggup. Budakku Qanbar dan anakku Hasan, bisa menjadi saksi."

"Namun persaksian anak untuk bapaknya tidak diperbolehkan, wahai Amirul Mukminin."

"Maha Suci Allah! Seorang ahli surga tidak boleh menjadi saksi. Tidakkah kau mendengar sabda Rasulullah  saw bahwa Hasan dan Husain adalah tuan para pemuda penduduk surga?"

"Ya. saya mendengarnya, Amirul Mukminin. Hanya saja Islam membuatku melarang persaksian anak untuk bapaknya."

Khalifah lalu berkata pada si dzimmi, "Ambillah baju besiku, karena aku tidak punya saksi lagi selain keduanya."

Mendengar kerelaan Ali bin Abi Thalib, si dzimmi berujar, "Aku mengaku baju besi ini memang milik Anda, Amirul Mukminin," 

Ia lalu mengikuti sang Khalifah sambil berkata, "Amirul Mukminin membawa keputusan ke depan hakim. Dan hakim memenangkan perkara ini untukku. Sungguh aku bersaksi bahwa agama yang mengatur perkara demikian ini adalah benar. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammmad hamba dan utusan Allah! Ketahuilah wahai hakim, baju besi ini miliknya. Aku mengikuti tentaranya ketika mereka berangkat menuju Shiffin. Baju besi ini jatuh dari unta, lalu aku ambil."

Ali bin Abi Thalib berkata, "Karena engkau telah masuk Islam, aku berikan baju ini padamu, berikut kudaku ini." 

Beberapa waktu kemudian, laki-laki itu gugur sebagai syahid ketika ia ikut berperang melawan kaum Khawarij di Nahrawan.

Syuraih menjalankan amanah dan menegakkan keadilan itu selama 60 tahun lamanya. Di depan peradilan, ia tak pernah mengistimewakan pejabat atau kerabatnya sendiri.

Ditulis oleh Ayyub Hizbullah al-Fajr, dalam Majalah Sabili, Edisi 5 Th. VX, 20 September 2007
Share

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar