Jumat, 25 Januari 2013

Hidayah Penyembah Berhala

Suatu kali Abdul Wahid bin Zaid berlayar bersama beberapa sahabatnya. Angin membawa kapal mereka menuju sebuah pulau kecil. Di sana, mereka menjumpai seorang laki-laki sedang menyembah berhala.

Abdul Wahid bertanya pada orang itu, "Hai fulan, siapa yang kamu sembah itu?"

Laki-laki itu menunjuk ke arah berhalanya.

"Ia tak layak disembah," ujar Abdul Wahid.

Mendengar itu, sang penyembah berhala bertanya, "Lalu apa yang kalian sembah?"

"Allah."

"Siapa Allah?"

"Zat yang arasy-Nya di langit, kekuasaan-Nya di bumi, ketentuan-Nya meliputi segala kehidupan dan kematian."


"Bagaimana kalian tahu hal itu?"

Abdul Wahid menjawab, "Dia mengutus kepada kita seorang Rasul mulia yang mengabari hal itu."

"Apakah dia meninggalkan untuk kalian bukti sebagai petunjuk?"

"Tentu, dia mewariskan Kitabullah," jawab Abdul Wahid.

"Tunjukkan padaku kitab itu," pinta sang penyembah berhala.

Abdul Wahid lalu menunjukkan mushaf al-Qur'an.

"Aku tidak tahu tentang kitab ini," komentar laki-laki tersebut.

Abdul Wahid membacakan sebuah surat. Sejenak penyembah berhala itu menangis. "Pemilik wahyu ini tidak layak dimaksiati," katanya. Ia pun menyatakan keislamannya.

"Kami membawa dalam perjalanan," kisah Abdul Hamid tentang mushaf itu. "Kami ajarkan syariat Islam dan beberapa surat al-Qur'an."

Ketika malam tiba, kami pun shalat Isya. Ketika hendak tidur, laki-laki itu bertanya, "Sadaraku, Tuhan yang kamu tunjukkan itu, apakah jika malam tidur?"

"Tentu tidak," jawab Abdul Hamid. "Dia abadi dan tidak pernah tidur," imbuhnya.

"Betapa buruk hamba macam kalian ini. Kalian tidur pulas sementara Tuhan kalian terjaga."

Abdul Wahid dan para sahabatnya teramat takjub dengan kata-katanya. Ketika mereka sampai di Abadan, sebuah wilayah kekhalifahan Islam, Abdul Wahid dan kawan-kawannya bersepakat membiarkan laki-laki itu hidup mandiri. Mereka mengumpulkan uang dan memberikannya pada muallaf itu.

"Untuk apa uang ini?" tanya pria itu.

"Untuk mencukupi kebutuhanmu."

Muallaf itu menolak, "Aku tak butuh uang. Kalian menunjukkan jalan yang kalian tempuh. Aku pernah tinggal di pulau di tengah laut, menyembah selain Allah. Tetapi meski begitu Allah tetap menghiraukanku. Sekarang, ketika aku mengenal Allah, mana mungkin Dia mengabaikanku."

Ditulis oleh Sabrur R Soenardi, dalam Majalah Sabili, Edisi 17 Th. XIV, 8 Maret 2007
Share

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar