Minggu, 20 Januari 2013

Akibat Ucapan yang Salah di Makkah

"Acara ziarah ke Jabal Rahmah pada hari Ahad pukul tujuh pagi. Para jemaah haji harap berkumpul di depan Masjidil Haram!" Pengumuman itu diudarakan melalui pengeras suara oleh seorang ketua kelompok terbang. Haji Badruddin melirik Hajah Saodah. Wanita muda itu masih asyik berbincang dengan Hajah Siti Maryam dan Hajah Juwairiah. Sementara Haji Aris dan Haji Sutikno mengutak-atik kamera saku dekat pintu.

"Dengar pengumuman itu?" kata Haji Sutikno, mengingatkan seisi kamarnya seusai sarapan pagi itu.

"Ya, dengar," sahut Hajah Siti Maryam, isteri Haji Sutikno.

"Biar enak naik bukit pakai celana panjang saja," kata Hajah Juwairiah, isteri Haji Aris. "Karena udara panas, jangan lupa bawa payung," tambahnya.


"Aku pakai kerudung putih yang lebar saja," sahut Hajah Saodah, isteri Haji Badruddin.

Penghuni kamar 510 di hotel berlantai enam itu adalah tiga pasang suami-isteri. Mereka berasal dari Jakarta, tergabung dalam kloter 17. Ketiga pasang suami-isteri itu naik turun jalan kaki, tidak menggunakan fasilitas lift, karena memang tidak tersedia. Para jemaah berlantai enam juga bernasib sama. Sejak hari pertama tiba di Makkah, para jemaah asal Jakarta itu merasakan pegal linu di betis dan lutut.

Pagi  Ahad itu, Haji Baruddin sedikit kesal kepada Hajah Saodah, karena isterinya itu tidak mau mengurut betisnya yang pegal.

"Urut sendiri-sendiri. Semua orang juga pegal linu," ujar Hajah Saodah sambil membarutkan balsem ke lutut dan betisnya sendiri. "Kita kan lagi enggak di rumah," tambahnya.

Haji Badruddin berperut gendut. Sulit baginya menekuk badan. Bila perutnya tertekan karena menunduk, urat-urat perutnya yang diselimuti lemak tebal itu akan kram. Dia bilang begitu kepada sesama jemaah di kamarnya.

"Aku ke tanah suci karena desakan kamu," gerutu Haji Badruddin. "Anggap saja aku mengantar kamu ke haji," tambahnya. Mukanya cemberut.

"Sudahlah! Sabar!" Haji Sutikno, jemaah paling tua di rombongan kecil itu, menyabarkan.

"Dia tuh memang bawel," ujar Hajah Saodah sambil menarik kerudung putih dari atas.

Sepasang suami isteri dari lantai enam singgah di lantai lima. Keduanya mau jalan bersama ke halaman Majidil Haram.

"Sudah hampir setengah tujuh, yuk jalan!" ajak Haji Aris, yang ditunjuk selaku pemimpin regu.

"Yuuuk!" sambut para ibu sambil berdiri dari permadani, tempat duduk mereka.

Tiba-tiba Haji Badruddin mengaduh, mengatakan pergelangan kaki kanannya sakit, susah digerakkan.

"Ayolah!" Hajah Saodah menarik tangan kanan suaminya agar berdiri.

"Kaki kananku tidak bisa digerakkan. Bagaimana ini?" keluh Haji Badruddin.

"Panggil dokter kloter!" kata Haji Sutikno.

"Tunggu sebentar, saya telepon dokter Haji Muhammad Fikri," kata Haji Aris.

Dokter Haji Muhammad Fikri cepat datang, menolong Haji Badruddin. Dokter yang banyak pengalaman menangani penyakit para jemaah itu terheran-heran. Dia tidak menemukan penyakit apa pun di kaki Haji Badruddin. Kaki Haji Badruddin secara kasatmata tampak sehat-sehat aja. 

"Apa yang terjadi sebelum kaki Pak Haji Badruddin kaku begini?" tanya dokter senior yang sudah 17 kali mengawal jemaah haji ke Tanah Suci itu. Ia bertanya kepada Haji Badruddin.

Haji Baruddin merenung sejenak. Lalu, dengan jujur dia bererita secara kronologis kejadian pagi itu antara dia dan isterinya.

"Oh, Pak Haji bilang, ke Tanah Suci ini untuk mengantar Hajah Saodah?" tanya dokter Fikri setelah menyimak cerita Haji Badruddin.

Haji Badruddin mengangguk.

"Makanya, di Makkah kalau ngomong hati-hati! Ucapan jangan salah. Nafsu harus dikendalikan. Perjalanan haji memang tidak boleh dinodai dengan rasa dongkol atau kesal. Semuanya kita kerjakan dengan tulus ikhlas," pesan lelaki beruban lebat itu santun. "Salat Tobatlah dua rakaat!" ujarnya. "Mohon ampunlah kepada Allah Azza wa Jalla!" lanjutnya.

Haji Badruddin menahan air matanya. Dia tampak malu waktu menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu seraya menyeret kaki kanannya yang kaku dan sakit bukan kepalang.

Selesai sholat Tobat dua rakaat, Haji Badruddin berdoa khusyuk sambil meneteskan air mata. Kemudian dia minta maaf kepada Hajah Saodah, isterinya.

Semua heran. Wajah-wajah di dalam kamar itu tercengang. Saat sholat Tobat, Haji Badruddin tidak merasakan kaki kanannya kaku dan sakit. Ketika menuruni tangga pun dia tidak merasa sakit. Haji Baddruddin berjalan normal saja seperti yang lain. Dia sedang membayangkan mendaki lereng Jabal Rahmah yang terjal. Dia membayangkan Nabi Adam dan Siti Hawa berjumpa kembali di Jabal Rahmah, setelah bertahun-tahun berpisah, sejak diturunkan oleh Allah swt dari surga.
Share

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar