Kecerdikan Abu Nawas dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi di Baghdad dan sekitarnya membuat Baginda Harun Al-Rasyid sangat penasaran untuk mencari titik lemahnya, sehingga tak henti-hentinya Baginda menguji Abu Nawas. Suatu hari Baginda memanggil Abu Nawas untuk datang ke istana karena ada sesuatu yang ingin disampaikannya. Maka datanglah Abu nawas ke istana dengan hati bertanya-tanya, "Ada apa lagi Baginda memanggilku?"
Setelah tida di depan pendopo istana, dengan senyum lebar Baginda Harun Al-Rasyid menyambut Abu Nawas dan mempersilakanyya duduk. "Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib istana aku terkena cika (masuk angin)," Baginda mulai membuka pembicaraan.
"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan sehingga Tuanku memanggil hamba ke sini?" tanya Abu Nawas.
"Aku hanya ingin kamu menangkap angin dan memenjaraknnya," titah Baginda.
Abu Nawas terdiam sejenak. Tak sepatah pun keluar dari mulutnya. Ia masih bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin. Angin tidak dapat dilihat, dan tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Lain halnya dengan air, walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Baginda hanya memberi waktu kepada Abu Nawas untuk menyelesaikan tugasnya selama tiga hari.
Lalu Abu Nawas pulang dengan memikul titah sang Raja. Titah tersebut membuat Abu Nawas harus menguras seluruh kemampuannya. Walau terasa berat menjalaninya, namun Abu Nawas menyadari bahwa ini merupakan bagian dari hidup yang harus dijalaninya. Ia yakin bahwa Allah swt akan membentangkan jalan keluar dari setiap kesulitan yang menimpa hamba-Nya.
Dua kali sudah sang Surya kembali ke peraduannya, 2 x 24 jam pula Abu Nawas mneghabiskan waktunya untuk memecahkan cara menangkap angin dan memenjarakannya. Abu Nawas sudah kehabisan akal untuk memecahkan persoalan tersebut, sedangkan besok harinya waktu yang diberikan oleh Baginda sudah habis. Hal tersebut membuat Abu Nawas tidak bisa tidur semalaman.
Sang fajar pun mulai bermunculan disambut dengan lantunan adzan shubuh yang berkumandang dari mesjid ke mesjid. Seusai melaksanakan shalat shubuh, Abu Nawas memohon kepada Allah swt agar diberikan jalan keluar dari persoalan ini.
Hari sudah menjelang siang, namun 'Si Cerdik' ini belum juga menemukan jalan keluarnya. "Mungkin sudah nasibku untuk masuk ke dalam bui karena gagal melaksanakan titah Baginda," ucapan pasrah Abu Nawas dalam hati sambil berjalan gontai menuju istana.
Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir, tiba-tiba ia teringat sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya. "Bukankah jin itu tidak terlihat?" Tanya Abu Nawas dalam hati. Ia berjingkrak-jingkrak meluapkan kegembiraannya kemudian segera berlari pulang setelah hampir 5 kilometer perjalan menuju istana telah dilaluinya. Sesampai di rumah, Abu Nawas segera menyiapkan segala keperluannya untuk dihadapkan kepada sang Raja.
Setelah semua keperluan sudah siap, dengan penuh percaya diri dan langkah pasti Abu Nawas bergegas menuju istana, karena Baginda tengah menanti-nanti kehadirannya. Tepat sekali, ketika ia baru menapakkan kaki kanannya di gerbang istana, para pengawal langsung mempersilakannya masuk karena Baginda sudah tidak sabar lagi menunggu kehadirannya.
Sambil dudul di atas singgasana yang mewah, penguasa Baghdad ini langsung menagih janji Abu Nawas, "Bagaimana wahai Abu Nawas? Apakah engkau sudah memenjarakan angin?"
"Sudah Paduka yang Mulia," jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil mengeluarkan sebuah botol yang sudah disumbat dan menyerahkannya kepada sang Raja.
"Mana anginnya, hai Abu Nawas?" Tanya Baginda dengan penasaran.
"Di dalam, Tuanku yang Mulia," jawab Abu Nawas penuh ta'zim.
"Aku tidak melihat apa-apa," bantah Baginda.
"Ampun Tuanku, memang angin tidak dapat dilihat, tetapi jika Paduka ingin merasakan ada angin, tutup botol ini harus dibuka terlebih dahulu," ucap Abu Nawas menjelaskan.
Sesuai dengan permohonan Abu Nawas, Baginda segera membuka tutup botol tersebut. Bau busuk yang sangat menyengat keluar dari dalam botol membuat Baginda nyaris muntah.
"Bau apa ini, hai Abu Nawas?" Tanya Baginda dengan nada marah.
"Ampun Tuanku yang Mulia, tadi hamba buang angin lalu hamba masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar, maka hamba memenjarakannya di dalam botol ini," jawab Abu Nawas setengah takut.
Penjelasan Abu Nawas memang bisa masuk logika, sehingga membuat Baginda tidak jadi marah kepadanya. Untuk kesekian kalinya Abu Nawas selamat dari ujian Baginda Harun Al-Rasyid. Tak henti-hentinya Abu Nawas mengucapkan rasa syukurnya atas karunia yang Allah swt berikan kepadanya.
Sumber: Majalah Hikayah Edisi 11
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar