Rabu, 28 Maret 2012

Seandainya Lebih

Seperti biasa, setelah mengantar jenazah salah seorang sahabatnya, Rasulullah saw menyempatkan diri singgah di rumah keluarga yang meninggal. Rasulullah saw berkata, "Tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafat?" Isteri sahabat itu menjawab, "Saya mendengarnya mengatakan sesuatu yang tidak saya mengerti. Ucapannya sulit dipahami karena terpotong-potong."

"Bagaimana bunyinya?" Desak Rasulullah saw.

Isteri yang setia itu menjawab, "Suami saya mengatakan, 'Andaikata lebih panjang lagi.....andaikata yang masih baru......andaikata semuanya....' Hanya itu yang tertangkap sehinga kami bingung dibuatnya."

Rasulullah saw tersenyum, "Sungguh yang diucapkan suamimu itu tak keliru."


Kisahnya begini. Suatu hari ia sedang bergegas ke mesjid untuk shalat jum'at. Di tengah perjalanan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan ke sana. Si buta itu tersaruk-saruk karena tak ada yang menuntun. Suamimu yang membimbingnya hingga tiba di mesjid. Tatkala hendak menghembuskan napas penghabisan, ia menyaksikan pahala amal shalihnya itu. Ia pun berkata, "Andaikan lebih panjang lagi." Maksudnya, andaikata jalan ke mesjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya akan lebih besar.

Ucapan yang kedua, dikatakannya tatkala ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Suatu ketika, saat pergi ke mesjid, sedangkan cuaca sangat dingin, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua duduk menggigil. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Ia mencopot mantel lamanya dan memberikannya pada lelaki itu. Mantelnya yang baru ia kenakan. Menjelang ajal, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu. Ia menyesal dan berkata, "Andaikan yang kuberikan kepadanya bukan mantel yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar."

Ucapannya yang ketiga, terkait dengan peristiwa lain. Suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan. Engkau menghidangkan sepotong roti dicampur daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu membagi rotinya menjadi dua potong. Dengan demikian, saat suamimu menjelang ajal, ia menyaksikan besarnya pahala dari amalannya itu. Ia menyesal dan berkata, "Kalau aku tahu begini hasilnya, musafir itu tak hanya kuberi separuh. Andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda."

Sumber: Syaukani Anwar, Majalah Sabili, No. 9 TH. XII
Share

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar