Uwais al-Qarni seorang pemuda sederhana yang hidup di zaman Rasulullah saw. Dia mempunyai mata biru, berperawakan tegap, dan kulit kemerah-merahan. Di tangannya ada tanda bercak keputihan akibat penyakit kulit yang pernah dideritanya. Ia berasal dari Yaman. Nama lengkapnya Uwais bin Amir Abu Amr al-Qarni al-Muradi al-Yamani.
Uwais sosok pemuda yang sangat sederhana. Karena kesederhanaannya, ia hanya punya dua helai pakaian yang sudah kusut. Satu digunakan sebagai penutup tubuhnya, sementara yang satu lagi ia gunakan sebagai selendang.
Sekali waktu Uwais tak hadir di majelis tempat ia biasa memberikan ceramah dan nasehat. Salah seorang temannya, Asir bin Jabir mendatangi rumahnya untuk mencari tahu. Sesampainya disana, ditanyalah Uwais, "Wahai saudaraku, mengapa engkau tak datang ke majelis hari ini?"
Uwais menjawab singkat, "Aku tak mempunyai baju."
Betapa terkejutnya sang teman mendengar penjelasan Uwais. Dengan segera ia berikan sehelai baju untuk dipakainya. Tapi Uwais menolak dengan halus karena takut orang akan menuduhnya mencuri.
Walaupun miskin, Uwais sangat dermawan. Dalam kemiskinan, ia tetap berusaha menolong orang yang kekurangan. Sering ia berdoa, "Ya Allah, hari ini aku memohon ampun karena aku tidak dapat memenuhi setiap orang yang lapar, karena dirumahku tidak ada makanan kecuali yang ada dalam perutku. Di tempat tinggalku tidak ada pakaian selain yang melekat di tubuhku." Sungguh suatu kedermawanan yang agung karena ia dermawan dalam keadaan papa.
Uwais tidak punya sanak famili kecuali ibunya yang sudah tua, lumpuh, dan hampir-hampir tak bisa melihat lagi. Kepada ibunya inilah Uwais al-Qarni berkhidmat dan berbakti. Ia bekerja keras sebagai pengembala kambing untuk menghidupi ibu dan dirinya. Tapi, hasilnya hanya cukup untuk sekedar menopang kebutuhan sehari-hari.
Orang-orang di sekitar Uwais al-Qarni tak mengenalnya kecuali sebagai pengembala kambing yang miskin. Tak lebih. Tak jarang ia menerima hinaan dan umpatan karena kemiskinannya itu.
Tapi ternyata, namanya sangat terkenal di langit. Rasulullah juga menyebut-nyebut sebagai tabi'in terbaik. Ucap Nabi, "Sebaik-baik tabi'in adalah Uwais."
Ia memeluk Islam ketika seruan Nabi Muhammad saw sampai di negeri Yaman. Hatinya yang selama itu selalu mencari kebenaran, akhirnya menemukan jawaban begitu mendengar seruan itu. Semenjak itu Uwais al-Qarni mulai menjalani hidup rajin beribadah. siang hari digunakan berpuasa, malam untuk bermunajat pada Allah.
Seperti muslim lainnya, ia pun begitu merindukan Nabi Muhammad saw. Keinginannya begitu besar untuk bisa menemui Nabi di Madinah. Tapi apa daya, ia tak punya bekal yang cukup untuk menempuh perjalanan jauh. Selain itu, yang paling memberatkan adalah ibunya. Ia tak tega meninggalkan sang ibu yang sudah tua, lumpuh, dan buta itu sendirrian tnpa ada yagn menjaga dan merawatnya.
Tapi keinginan tak bisa terbendung, ia meminta izin pada ibunya agar diperbolehkan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Mendengar permintaan tersebut, sang ibu terharu, ia memahami benar perasaan Uwais. Sang ibu mengizinkan Uwais pergi, dengan syarat Uwais segera pulang secepatnya seusai menemui Rasulullah.
Uwais pun bergegas mempersiapkan segalanya, termasuk perbekalan untuk sang ibu selama ia tinggalkan. Tak lupa, ia berpesan pada tetangga agar bersedia menjaga ibunya.
Sesudah berpamitan pada sang bunda, ia mulai menempuh perjalanan nan jauh dan berbahaya menuju Madinah. Ia berjalan kaki melewati padang pasir yang sangat panas di siang hari, dan dingin di malam hari, sejauh kurang lebih 400 km. Belum lagi bahaya gerombolan penyamun yang mengintainya sepanjang perjalanan. Tapi itu semua tak menyurutkan niatnya untuk bertemu Rasulullah.
Sayangnya, setiba di Madinah, Rasulullah justru sedang pergi ke medan perang. Ia hanya bisa menemui Aisyah. Ingin rasanya ia menunggu hingga Rasulullah pulang, tapi hatinya langsung teringat sang ibu yang dalam keadaan sakit-sakitan sewaktu ditinggalkannya. Karena ketaatan pada ibunya ia akhirnya memilih untuk segera pulang ke Yaman. Ia hanya bisa menitip pesan kepada Aisyah.
Begitulah Uwais al-Qarni. Namanya harum sampai ke telinga Amirul Mukminin Umar bin Khaththab. Bahkan, Umar pernah meminta Uwais agar mendoakannya supaya diberi ampunan Allah swt. Uwais meninggal di Yaman. Pada saat ia meninggal, secara tiba-tiba banyak orang yang bermunculan di Yaman. Semuanya berebutan untuk mengurusi jenazah Uwais al-Qarni, dari memandikan, mengkafani, mengusungnya ke pekuburan, hingga menguburnya. Sedemikian banyaknya orang tak dikenal yang berdatangan untuk mengurus jenazahnya, hingga membuat negeri Yaman gempar. Rupanya mereka adalah para malaikat yang Allah turunkan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.
Baru pada saat itulah penduduk Yaman mengetahui siapakah sebenarnya Uwais al-Qarni. Ia adalah penghuni langit.
Ditulis oleh Ella Roza, dalam Majalah Sabili, Edisi 17 Th. XIV, 8 Maret 2007
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar