Ia dikenal dengan nama Najasyi. Nama aslinya Ashhamah bin Abjar. Ia adalah putera tunggal Raja Habasyah, negeri yang saat ini masuk wilayah Afrika.
Konon saat itu raja yang hanya memiliki satu anak dipandang kurang baik. Maka melalui sebuah muslihat para pembesar negeri, ayah Ashhamah dibunuh. Ia digantikan saudaranya yang memiliki banyak anak. Ashhamah kecil diasuh pamannya yang menjadi raja menggantikan ayahnya itu, sampai ia tumbuh dewasa menjadi pemuda cerdas, memiliki semangat tinggi, ahli beragumentasi dan memiliki kepribadian luhur.
Tak puas membunuh ayah Ashhamah, para pembesar negeri itu mengusulkan pada raja untuk membunuh anaknya juga. Namun usul ini ditolak. Tapi dengan pengaruhnya yang besar, mereka berhasil mengasingkan Ashhamah.
Tak lama setelah pengusiran, tiba-tiba terjadi peristiwa di luar dugaan. Badai mengamuk disertai guntur dan hujan. Raja tak luput dari bencana tersebut. Sebatang pilar istana roboh dan menimpanya. Tak lama kemudian ia wafat. Akhirnya, Ashhamah kembali dipanggil pulang dan diangkat menjadi raja. Sejak saat itulah rakyat memanggilnya dengan nama Najasyi.
Bersamaan dengan peristiwa itu, di negeri lain di seberang Laut Merah, tepatnya di kota Makkah, Allah mengutus Muhammad saw yang membawa risalah agama yang penuh hidayah dan kebenaran.
Ketika tekanan-tekanan dialami para pengikutnya di Makkah, Rasulullah saw bersabda, "Di negeri Habasyah bertahta seorang raja yang tidak suka berlaku zalim. Pergilah ke sana dan berlindunglah di dalam pemerintahannya, sampai Allah swt membukakan jalan keluar dan membebaskan kalian dari kesulitan ini."
Rombongan Muhajirin pertama yang berangkat berjumlah 80 orang, dipimpin Ja'afar bin Abi Thalib. Di negeri baru itu, mereka mendapat perlindungan dari Najasyi. Pihak musyrikin Quraisy mengutus dua orang pilihan yang pandai berdiplomasi, Amru bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'ah. Mereka akan memohon pada Najasyi untuk membawa kembali orang-orang Muslim yang ada di Habasyah ke Makkah.
Sesampainya di negeri itu, keduanya terlebih dahulu menjumpai para pejabat, sambil menyuap mereka daengan hadiah-hadiah yang dibawa dari Makkah. Namun sejarah mencatat. upaya yang dilakukan kedua delegasi itu mengalami kegagalan. Najasyi bahkan berkata, "Aku bersaksi bahwa tiada Ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang terakhir. Dan aku bersaksi bahwa Isa adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, ruh-Nya yang ditiupkan kepada Maryam."
Najasyi juga berhasil meredam kemarahan para uskup dan rakyatnya yang mengakui Isa sebagai putera Allah. Bahkan akhirnya mereka mengakui Muhammad adalah utusan Allah yang terakhir dan Islam adalah agama sempurna dan penyempurna bagi agama-agama sebelumnya.
Rasulullah saw semakin percaya pada Najasyi. Perlindungan Najasyi terhadap Muhajirin membuat gembira Nabi Muhammad saw. Apalagi setelah mendengar kecenderungannya pada Islam. Hubungan Najasyi dengan Rasulullah saw semakin erat.
Syahdan, memasuki tahun 7 H, Rasulullah saw berkehendak untuk berdakwah pada enam pemimpin negeri tetangga agar masuk Islam. Nabi menyiapkan enam orang sahabat, diantara mereka terdapat Amru bin Umayah Adh-Dhamari yang diutus kepada Najasyi di Habasyah.
Ketika sampai di hadapan Najasyi, Amru bin Umayah Adh-Dhamari disambut dengan baik. Setelah dipersilakan duduk di majelis Habasyah, Amru bin Umayah memberikan surat Rasulullah saw kepada Najasyi. Di dalamnya tertulis ajakan kepada Islam. Najasyi menempelkan surat itu di kepala dan matanya dengan penuh hormat. Setelah itu dia turun dari singgasana dan menyatakan keislamannya di depan hadirin. Setelah mengucapkan syahadat, ia berkata, "Kalau saja aku mampu menghadap Muhammad saw, niscaya aku aka duduk di hadapannya dan membasuh kaedua kakinya." Kemudian Najasyi menulis jawaban pendek pada Rasulullah saw berisi pernyatan menerima dakwah dan mengimani kenabiannya.
Selanjutnya Amru bin Umayah menyodorkan surat Nabi yang kedua. Dalam surat Rasulullah meminta Najasyi sebagai wakil untuk pernikahannya dengan Ramlah binti Abu Sufyan yang termasuk dalam rombongan Muhajirin ke Habasyah.
Setelah pernikahan Rasulullah saw yang diwakili Najasyi dan Khalid bin Sa'id bin Ash sebagai wali Ummu Habibah (nama panggilan Ramlah) selesai, Najasyi mempersiapkan dua kapal untuk mengantarkan Ummul Mukminin Ramlah dan puterinya Habibah beserta kaum muslimin yang ada di Habasyah. Mereka juga diantar oleh sejumlah rakyat Habasyah yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Najasyi juga memberikan hadiah pada Ummul Mukminin Ramlah berupa wewangian mahal, juga beberapa bingkisan untuk Rasulullah. Antra lain tiga tongkat Habasyah terbuat dari kayu pilihan. Juga perhiasan-perhiasan, diantaranya cincin emas. Nabi menerimanya tetapi tidak dipakai sendiri, melainkan diberikan pada Umamah, cucu dari puterinya, Zaenab. Tidak lama sebelum peristiwa Fathu Makkah, Najasyi wafat. Rasulullah saw memanggil para sahabat untuk shalat ghaib.
Dikarang oleh Fery Wahyudi, dalam Majalah Sabili, Edisi 11 Th. XV 13 Desember 2007
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar