Begitu banyak firman Allah menjelaskan perihal kematian. Sebab mati merupakan rangkaian proses kehidupan. "Segala sesuatu pasti akan binasa kecuali Allah. Bagi-Nya segala penentuan, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan." (Q.S. al-Qashas: 88).
Kematian adalah sesuatu yang niscaya datang. Setiap manusia pasti mengalaminya. Jika setiap kita mau berfikir dan merenungkan sejenak saat-saat kematian, saat berpisahnya ruh dari jasad niscaya ia akan mempersiapkan diri sebaik mungkin, mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya guna menyambut kematian. "Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengulurkannya barang sesaat pun." (Q.S. Al-A'raf: 34).
Tidak ada yang mampu membantu selain amal saleh kita. Ironisnya, sangat sedikit diantara kita yang benar-benar menyadari dan selalu mengingat kematian tersebut. Siap mati ataukah tidak, mau ataupun tidak mau, malaikat maut pasti datang.
Seseorang yang tidak takut menghadapi kematian adalah orang yang mempersiapkan diri menghadapi maut. Sehingga, hanya amal kebaikan dan perasaan rindu berjumpa dengan Tuhan-Nya saja yang dipupuknya. Sebaliknya, bagi orang yang takut mati, kehidupan dunia tiada lain dimaknai sebagai kehidupan abadi baginya. Atau mungkin, ia merasa tidak siap menghadapi kematian, lantaran tiada amal kebaikan yang mestinya menjadi teman kala maut menjemput.
Peristiwa sakratul maut sangat menakutkan. Saat-saat itu, manusia ditimpa rasa sakit yang amat sangat, saat-saat penuh cobaan dan godaan, yang menentukan nasib manusia di alam keabadian kelak; su'ul khatimah kah (mati dalam keadaan yang jelek), ataukah husnul khatimah (meninggal dalam keadaan yang baik). Demikian hebatnya saat sakratul maut menghadang sehingga Ibnu Abbas berkata: "Penderitaan terakhir yang dijumpai seorang mukmun adalah sakratul maut."
Sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Thabrani dan Baihaki mengatakan: "Cukuplah kematian itu sebagai penasehat." Dengan demikian, kita tidak perlu merasa takut, kaget, gelisah, maupun sejumput perasan berdebar hinggap di hati, kala kematian kelak menghampiri. Insya Allah!
Sumber: Sari Narulita, Majalah Hidayah, Tahun 3 Edisi 33
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar