Sudah tidak aneh lagi, kalau sekarang ini banyak orang mabuk akan popularitas. Ingin ngetop, disanjung, dihormati, dipuja-puja oleh banyak penggemar, serta tetek-bengek lainnya yang mengarah pada cerminan budaya Jahiliyah. Untuk menggapai semua itu, apapun dilakukan meski dengan penampilan, cara berpakaian, berhiass dan bertingkah yang berlebih-lebihan. Orang sepertinya dinina-bobokkan oleh gemerlap duniawi, padahal jiwanya terkurung oleh hawa nafsu yang bisa melesakkannya kedalam jurang kehinaan.
Perilaku berlebihan dari seorang perempuan yang menonjolkan penampilan fisik, pakaian, perhiasan, dalam Islam dinamakan tabarruj. Orang mungkin belum banyak mengenal istilah ini, namun tau dalam praktek kehidupan sehari-hari. Makna tabarruj adalah orang yang suka menampakkan perhiasan dan kecantikannya. Orang seakan bangga jika dapat menyuguhkan lenggang lenggok tubuhnya untuk dinikmati orang. Lebih-lebih dapat memikat hingga orang berdecak kagum atas aksi yang dipertontonkan. Inilah, yang menurut fuqaha disebut sebagai tradisi Jahiliyah, yang hingga kini tengah membudaya di seluruh jagat. Padahal secara jelas, Allah berfirman: " Dan tinggallah kamu (Hai isteri-isteri Nabi) di rumah-rumah kamu dan jangan kamu menampak-nampakkan perhiasanmu seperti orang Jahiliah terdahulu." (Q.S. al-Ahzab: 33).
Seorang muslimah yang memegang teguh tradisi Islam, tentu pandai membawa diri dalam bergaul sehari-hari di lingkungan masyarakat. Tidak mengumbar penampilan secara kebablasan untuk sekedar mencari sensasi dan pujian. Ia harus bisa memilah mana tradisi Islami dan mana yang tidak. Selanjutnya bisa menghindari perilaku berlebih-lebihan sebagaimana yang diperlihatkan perempuan zaman modern sekarang ini yang notabene mengadopsi praktek Jahiliyah.
Apa yang harus dilakukan seorang muslimah agar tetap bisa menjaga identitasnya? Perlu digaris-bawahi, pelarangan tabarruj berkaitan dengan menampakkan sesuatu yang seharusnya tidak diperbolehkan. M. Yusuf Qardhawi memberikan jalan pemecahan bahwa seorang muslimah sebaiknya:
Pertama, menundukkan pandangan (ghadhdhul bashar). Artinya, tidak mengumbar auratnya secara vulgar dihadapan orang.
Kedua, menjauhkan diri dari pergaulan bebas tanpa norma.
Ketiga, menjaga kekhusukan, baik dalam tutur kata maupun perbuatan.
Keempat, mengenakan pakaian yang selaras dengan etika kesopanan Islam: menutupi badan, tidak tipis dan tidak membentuk badan hingga tampak kulitnya, sesuai dengan hadits: "Sesungguhnya yang termasuk ahli neraka adalah perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang yang condong kepada maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiyat. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya." (H.R. Muslim).
Pengertian berpakaian tapi telanjang dalam hadits tersebut adalah pakaian yang dikenakan tidak berfungsi menutup aurat. Bahkan sebaliknya, menampakkan bagian-bagian yang dapat menimbulkan fitnah, seperti mode yang sengaja dirancang untuk meninjolkan organ tubuh hingga membangkitkan syahwat..
Kita tidak serta-merta menyimpulkan, seorang muslimah hanya boleh mengurus persoalan rumah tangga belaka. Ruang geraknya sempit. Tidak! Ia tidak terbelenggu, karena Islam membolehkan muslimah menjalankan aktivitasnya di luar, sepanjang dibenarkan syariat, seperti yang dilakukan isteri-isteri nabi dan sahabat. Wallahu'alam!
Sumber: Herry Munhanif, Majalah Hidayah, Tahun 4 Edisi Spesial Idul Fitri 1425 H/2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar