Jumat, 25 Mei 2012

Nusyuz

Siapa pun orangnya, tentu mengimpikan sebuah keluarga yang harmonis, serasi, dan tentram. Karena itu, Allah swt menciptakan manusia agar saling melengkapi. Baik suami maupun isteri diciptakan untuk saling memberi ketenangan satu sama lain. Namun dalam perjalanan berumah tangga, percikan-percikan emosi serta kesalah-pahaman antara suami isteri tidak jarang mencuat ke permukaan. Satu kasus yang seringkali terjadi dalam rumah tangga adalah nusyuz. Dalam kamus Hans Wehr, nusyuz diartikan sebagai pelanggaran yang dilakukan oleh suami atau isteri dalam tugas rumah tangga (violation of marital duties on the either husband or wife). 


Nusyuz bisa berupa perkataan maupun perbuatan. Ia berawal dari salah satu pihak, baik dari isteri maupun suami. Jika dilakukan keduanya secara bersama-sama, hal tersebut dikatagorikan sebagai syiqaq. Bentuk nusyuz, perkataan dari pihak suami adalah memaki-maki dan menghina isterinya, sedangkan yang berupa perbuatan adalah mengabaikan hak isteri atas dirinya, berpoya-poya dengan perempuan lain, atau menganggap rendah terhadap isterinya.

Sementara isteri dikatakan nusyuz, jika ia mangkir dari tugas-tugasnya, seperti kewajiban berbakti lahir dan batin kepada suami serta mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya. Akibat nusyuz ini, seorang isteri bisa kehilangan beberapa haknya seperti nafkah.

Bagaimaan Islam menyoroti hal ini? Islam selalu memberikan jalan tengah jika terjadi nusyuz. Dalam surat an-Nisa' (4): 128 yang berbunyi, "Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu menggauli isterimu dengan baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."  Ayat ini menawarkan solusi bagi suami yang melakukan nusyuz yaitu sebuah perdamaian (ishlah). Menurut M. Quraish Shihab, ayat ini memberi contoh isteri atau suami dengan cara mengorbankan haknya kepada pasangannya demi menghindari sebuah perceraian.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, bila terjadi nusyuz dari pihak isteri, maka nasehatilah mereka, dan pisahkan dirimu di tempat tidur mereka, jika nasehatmu diacuhkan dan janganlah diajak bicara tanpa memutus pernikahanmu dengan mereka, dan jika semua itu tidak mempan, maka kamu boleh memukul mereka dengan pukulan yang tidak merusak bagian-bagian tubuhnya seperti wajah dan kepalanya. Hal ini berdasarkan surat an-Nisa' (4): 34 yang berbunyi, "......Wanita-wanita yang kamu khawatir nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."

Karena persoalan ini rentan dengan kekerasan yang dilakukan oleh suami, dengan legimitasi ayat diatas, maka jalan terbaik adalah ishlah. Kesabaran, kedewasaan berfikir serta kelapangan dada dalam mengakui kesalahan antara pasangan suami isteri, merupakan faktor penting untuk menjaga keutuhan keluarga.


Share

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar