Jumat, 06 Juli 2012

Akibat Membakar Al-Qur'an

Pak Sastro mempunyai seorang isteri dan enam orang anak. Tiga orang anak perempuan yang tertua sudah menikah, sekarang tinggal tiga orang anaknya yang kecil masih bersamanya. Sebagai seorang muslim, Pak Sastro sebenarnya orang yang sangat taat beribadah. Ia pernah berniat menjual  sebagian sawahnya untuk ongkos menunaikan ibadah haji. Sayangnya rencana itu tidak terlaksana. Yang lebih ironis lagi, Pak Sastro justru kemudian berniat pindah ke agama lain (murtad).

Karena keinginannya yang sudah kuat untuk berpindah ke agama lain, suatu malam Pak Sastro nekad dan berani membakar semua kitab suci al-Qur'an dan buku-buku Islam. Saat itu hujan cukup deras dibarengi dengan petir dahsat.


Keesokan harinya, Pak Sastro menengok sawahnya yang sudah mulai menguning, namun dijumpai banyak hama seperti tikus dan belalang. Akhirnya Pak Sastro pun sibuk mengejar-ngejar tikus dan belalang tersebut dari pagi hingga malam hari. Sehabis dari sawah, biasanya bila menjelang azan maghrib, Pak Sastro selalu menyempatkan diri pergi ke musholla untuk menunaikan shalat. Namun saat itu Pak Sastro tidak seperti biasanya. Sampai jam 19.00 Pak Sastro belum juga kunjung datang ke rumah sehingga membuat keluarganya cemas.

Setelah cukup lama menunggu, keluarganya mendengar suara di pintu belakang rumah. begitu pintu belakang dibuka, isteri dan anaknya terkejut melihat Pak Sastro dalam keadaan compang-camping dan bersimbah kotoran lumpur. Lelaki itu jatuh di depan pintu masuk dalam keadaan sempoyongan.

Anehnya lagi, ketika isterinya bertanya, Pak Sastro tidak bisa menjawab, sebab tiba-tiba ia bisu. Keadaan itu tentu saja membuat terkejut anak dan isterinya, sampai-sampai isterinya tak sadarkan diri.

Semenjak kejadian itu Pak Sastro sering sakit-sakitan, badannya kurus ditambah dengan tidak bisa bicara. Berbagai cara telah ditempuh untuk menyembuhkan penyakit bisunya, namun tak membawakan hasil hingga sawah dan tanahnya sedikit demi sedikit habis terjual. Kini tinggal rumah yang ditempatinya dan tanah yang hanya tinggal beberapa petak saja.

Ternyata tak cukup sampai di situ, musibah datang lagi. Pak Sastro terkena penyakit yang berbahaya sehingga dirawat di rumah sakit. Untuk biaya perawatan terpaksa menjual separoh tanah yang masih ditempatinya itu. Sayang, semuanya itu tidak bisa membantu Pak Sastro untuk menyelamatkan diri dari takdir Tuhan.

Akhirnya Pak Sastro wafat dengan meninggalkan tiga orang anaknya. Ketiga anaknya yang masih kecil ditiipkan ke rumah saudaranya, karena ibunya pergi bekerja ke Malaysia menjadi pembantu rumah tangga.

Diceritakan oleh Risianto, Jakarta, dalam Majalah Hidayah, Tahun 2 Edisi 23
Share

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar