Selasa, 27 November 2012

Jalan-Jalan ke Tanjung Pinang: Peninggalan Sejarah di Pulau Penyengat

Jika kita pergi ke Tanjung Pinang, ibukota Propinsi Kepulauan Riau, dengan menggunakan transportasi laut, sebelum merapat di pelabuhan Sri Bintan Pura, maka disebelah kiri kita akan melihat sebuah pulau kecil yang bernama pulau Penyengat. Pulau ini berukuran kurang lebih 2.500 meter x 750 meter, dan berjarak kurang lebih 6 km dari kota Tanjung Pinang.

Pulau Penyengat


Pada abad ke 18 pulau ini menjadi sangat penting dan strategis ketika meletusnya perang saudara di kerajaan Johor-Riau, antara Raja Kecik dengan Tengku Sulaiman ipar Raja Kecik dalam memperebutkan tahta kerajaan Johor, terjadi sekitar tahun 1722. Pertempuran ini dimenangkan oleh Tengku Sulaiman, dan Raja Kecik mengundurkan diri ke sungai Buantan (anak sungai Siak) dan mendirikan kerajaan Siak  di daratan Sumatera. Pada masa berkobarnya perang Riau (1782-1784) pimpinan Raja Haji Fisabilillah Yang Dipertuan Muda Riau IV dalam melawan Belanda, Raja Haji menjadikan pulau Penyengat sebagai kubu penting yang dijaga oleh orang-orang asal Siantan, dari kawasan pulau Tujuh di laut Cina Selatan.

Karena situasi kemanan yang tidak menguntungkan setelah kekalahan Belanda dalam perang Riau, maka pada tahun 1787, Sultan Mahmud Syah III (Sultan Johor-Pahang-Riau) yang berkedudukan di Hulu Riau,  telah memindahkan pusat pemerintahan ke Daik Lingga dan menjadikannya sebagai pusat kerajaan Riau-Lingga. Sementara itu pulau Penyengat dijadikan tempat kedudukan Yang Diertuan Muda Riau. Karena situasi politik yang kurang menguntungkan, maka pada tahun 1900 Sultan Abdurrahman Muazamsyah memindahkan pusat kerajaan Riau-Lingga dari Daik ke pulau Penyengat. Pada tahun 1911 setelah Sultan Abdurrahman Muazamsyah dimakzulkan oleh Belanda, terjadi migrasi besar-besaran penduduk pulau Penyengat ke Singapura dan Johor, termasuk Sultan sendiri yang pindah ke Singapura.

Masa-masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau maupun Sultan Riau-Lingga di pulau Penyengat dapat dilihat dari beberapa peninggalan sejarah yang dapat dilihat sampai sekarang. Diantara peninggalan sejarah tersebut adalah:

1. Mesjid Sultan Riau. Mesjid yang menjadi kebanggaan orang Melayu ini dibangun pada tanggal 1 Syawal 1249 H (1832 M), atas prakarsa Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman. Pembangunan mesjid ini dilakukan secara bergotong royong oleh seluruh lapisan masyarakat di kerajaan Riau yang bekerja siang dan malam.


2. Istana Kantor. Istana Kantor juga dikenal dengan Istana Raja Ali yang dibangun pada tahun 1844. Fungsi istana ini selain sebagai kediaman juga sebagai kantor. Kompleks istana ini berukuran 110 m2 yang dikelilingi oleh tembok. Keagungan istana ini masih dapat terlihat dari kamar mandi putri yang unik, teras, gerbang, dan menara.


3. Benteng Bukit Kursi. Benteng ini dibangun pada masa pemerintahan Raja Haji Fisabilillah Yang Dipertuan Muda Riau IV, sebagai basis pertahanan yang cukup modern pada masa itu.



4. Komplek Makam Raja Ja'afar. Diantara Raja yang dimakamkan di sini adalah Raja Ja'afar dan Raja Ali Marhum Kantor, Yang Dipertuan Muda Riau VIII, anak Raja Ja'afar.



Selain lokasi diatas masih banyak terdapat peninggalan sejarah di pulau Penyengat, seperti komplek makam Engku Puteri Raja Hamidah, komplek makan Raja Haji Fisabilillah, komplek Tengku Bilik, makam Raja Abdurrahman, gedung Mesiu, bekas gedung Tabib Kerajaan, bekas Istana Sultan Abdurrahman Muazamsyah, kubu dan parit pertahanan, Balai Adat Indra Perkasa, makam Embong Fatimah, situs sisa Istana Bahjah, perigi Putri, serta komplek makan keluarga Haji Ahmad.

Share

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar